Janjiku pada semesta adalah untuk tidak kembali jatuh hati.
Karena aku, dan semesta, khawatir jatuhku pada tempat yang salah. Khawatir
kembali tersayat pedih.
Janjiku pada semesta adalah untuk menjaga hati. Agar tidak
berlari terlalu jauh mengejar Pelangi. Karena aku, dan semesta, tahu bahwa
Pelangi tidak dapat diraih, tidak dapat digapai. Terlalu jauh. Terlalu sulit.
Dan jika akhirnya aku bertemu dengan Pelangi, ia tidak dapat disentuh. Karena
satu-satunya cara menyayangi Pelangi adalah dengan berada jauh darinya, bukan
memeluk atau menggapainya. Pelangi adalah bahagiaku, yang semu. Tampak tapi tak
tergenggam. Terlihat manis tapi tak dapat dirasa.
Dan kamu… Pelangiku…
Pada akhirnya aku melanggar sumpahku pada semesta. Akhirnya
aku kembali jatuh. Karena yakinku bahwa hati tak pernah salah memilih. Tapi
kemudian aku sadar, bukan hanya mata yang mampu berbohong, hati pun mampu demikian.
Pada akhirnya aku kembali tersayat pedih. Ringkih.
Pada akhirnya aku harus mau kembali berada jauh dari
Pelangi, Pelangiku. Ah, tentu saja bukan Pelangiku. Berada disisi terjauh di
Bumi.
Sumpahku pada semesta adalah untuk kembali bahagia. Karena
sebelum terbit Matahari, hujan turun dan muncul Pelangi, aku pernah bahagia…
Dan kamu… adalah pelangi, tersimpan di sebuah
toples besar berisikan coklat lezat dengan merah-kuning-hijaumu.
Maafkan aku yang payah ini ya…
Maafkan aku…
Maafkan aku, semesta.