Sunday, February 17, 2013

I'm Prinkipas


                Banyak wanita yang berkelut di otak, juga di jiwa. Mereka yang aku cintai dan pernah aku cintai akhirnya harus melangkah jauh dariku. Aku tidak pernah mengerti apa yang mereka pikirkan, aku pun tidak begitu peduli. Aku hanya peduli ketika mereka benar-benar mengerti bagaimana aku mencintai mereka. Setidaknya, jika memang mereka benar-benar menggunakan otak mereka, mereka tidak akan menyakiti siapapun. Termasuk aku.
                Aku benar-benar bingung. Mengenai wanita, juga malaikat cinta. Aku tidak cukup percaya tentang malaikat cinta. Sebuah keajaiban yang mampu membuat jarak yang begitu jauh menjadi sangat dekat, melembutkan yang kasar dan mengubah kelabu menjadi merah muda. Menurutku, itu hanya cerita konyol untuk membuat anak-anak tertidur. Atau bahkan untuk membuat seseorang tetap bertahan pada kesendiriannya karena menunggu malaikat cintanya memberikan hadiah yaitu seorang pasangan hidup. Konyol, bukan? Ya, hal konyol tersebut terjadi pada salah satu temanku, Dave. Neraides tampan –bukan berarti aku tidak tampan, tapi ia memiliki wajah yang lumayan menurutku. Ia adalah kawan yang sangat baik, dan menurutnya, malaikat cinta telah memberikannya hadiah seorang neraides cantik dari kerajaan Omorfo. Namanya Navi. Cantik, menurutnya. Dan itu hal konyol yang pernah dengar, ia mendapatkan Navi bukan karena diberi oleh malaikat cinta, tetapi karena memang Dave itu tampan. Neraides wanita mana yang tidak jatuh cinta melihat ketampanannya?
                Suatu hari aku ditemani Dave dan Navi berburu. Dan seperti dugaanku, mereka membuatku iri. Aku ingin ada yang menemani ketika berburu dan bukan dua orang neraides yang sedang indah dunianya. Maksudku, aku ingin ada seorang prinkipissa yang ada disini.
                “Jadi , prinkipas, kenapa kau tidak ajak kekasihmu saja?” celetuk Navi. Sebenarnya kalimat itu cukup tajam untuk membunuh seekor Kerberos –sejenis kelelawar besar berkepala tiga. Kemudian Dave menyenggol siku Navi.
                “Maaf, aku tidak bermaksud.” lanjut Navi.
                “Tak apa.” sahutku santai. “Aku memang belum menemukan yang pas.”
                “Kau ingin yang seperti apa, prinkipas?” sela Dave.
                “Aku ingin seorang prikipissa yang cantik, baik hati, periang dan….”
                “Manis?”
                “Ya, manis. Aku ingin seorang pendamping yang manis.”
                “Aku bisa mengenalkan seseorang padamu.”
                “Siapa?”
                “Sahabatku, prikipissa di Omorfo, namanya Zakhiree tapi panggil saja Rere. Kau bisa menemuinya di taman kerajaan, di bagian mawar. Ia selalu disana setiap sore.”
                “Ia menyukai mawar?”
                “Ia mencintainya.”
                Aku mengikuti nasihat Navi. Siapa tahu, ia adalah wanita yang selama ini aku cari. Dan, benar saja, ia ada disana. Ia lebih cantik dari apa yang aku bayangkan sebelumnya. Ia tak begitu putih, tapi sangat cantik. Manis. Dan kau tahu, ketika mentari sore memantulkan cahanya ke Zakhiree, itu membuatnya makin terlihat mempesona. Ia periang, terilihat jelas bagaimana ia tersenyum. Matanya tajam, tapi masih penuh kedamaian. Dan aku rasa, ia yang aku cari selama ini.
                “Boleh aku duduk disini?”
                “Tentu saja.” kau harus tahu betapa ramahnya ia. “Jadi? Kau siapa? Kita Belum pernah bertemu sebelumnya, kan? Kau tampak asing.”
                “Haha aku pun belum pernah bertemu denganmu, aku Orfeus. Dan kau, prinkipissa?”
                “Aku Zakhiree, panggil saja Rere.”
                “Jadi kau sering kemari?”
                “Ya begitulah. Aku senang berada disini. Rasanya tenang sekali.”
                Kami berbincang sangat lama dan aku rasa aku mulai menyukainya.
                “Kita bisa bertemu lagi?”
                “Mungkin. Tapi terima kasih sudah menemaniku sepanjang sore ini. Kau memang pria yang baik.”
                “Terima kasih, prinkipissa. Kau mau aku antar ke istana?”
                “Tidak, terima kasih sebelumnya, tapi Omorfo tak jauh dari sini dan aku rasa aku bisa sendiri.”
                “Oh baiklah, aku tak bisa memaksa. Sampai jumpa, prinkipissa.”
                Kau tahu, sore itu adalah sore terindah dalam hidupku. 

Thursday, February 7, 2013

I'm a Prinkipissa


Andaikan malaikat cinta itu memang benar adanya, aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin beri tahu sesuatu. Aku jatuh cinta… Tapi hingga saat ini aku belum bertemu dengannya. Navi pernah bercerita bahwa malaikat cinta itu nyata. Ia mampu membuat jarak yang begitu jauh menjadi sangat dekat, melembutkan yang kasar dan mengubah kelabu menjadi merah muda. Navi adalah seorang neraides yang baik hati. Ia sangat cantik dan baik hati. Ukuran tubuhnya tidak lebih dari dua inci yang membuatnya sangat lucu. Sayap mungilnya membuat ia sangat gesit ketika ada yang membutuhkan bantuannya. Oh ya, ia juga sangat pandai memainkan lira—alat musik dewa.
“Lalu bagaimana, prinkipissa?” Navi mengagetkanku.
“Apanya yang bagaimana, Navi?”
“Bagaimana dengan prikipas-mu?”
“Aku belum cukup mengenalnya, Navi. Aku tidak begitu yakin ia akan jatuh cinta kepadaku. Dia sangat tampan, matanya indah juga senyumnya. Navi, kau harus lihat betapa sempurnanya ia.”
“Haha sepertinya ia sudah mampu menaklukan hatimu. “
“Ya begitulah. Aku ingin mengenalnya lebih jauh. Aku, ah, aku benar-benar tak tahu apa yang harus aku katakan.”
“Kau ingin aku melakukan sesuatu untukmu, prinkipissa?”
“Tidak. Kau sudah sangat baik mau mengenalkannya padaku. Terima kasih banyak, Navi. Kau memang neraides paling sempurna!”
Navi terbang ke mahkota Tulip. Ia senang sekali berada disana.
“Jadi, prinkipissa, kapan kau akan kembali bertemu dengannya?”
“Hhh… Entahlah, Navi, aku malu sekali.”
“Kau tidak boleh terus begini, prinkipissa. Kau harus mau bertemu dengannya. Kau hanya perlu sebuah awalan, mengerti?”
“Aku mengerti.”
“Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?”
“Berpikir.”
“Berpikir untuk?”
Kalimat-kalimat Navi terus terbayang. Aku tahu aku melakukan hal bodoh ketika aku terus lari dari prikipas-ku. Tapi, Tuhan, aku malu. Aku mau membiarkan Cupid bekerja. Sama seperti yang ia lakukan pada Euridike.